Komisi Informasi (KI) itu bukan suatu lembaga mandiri yang menangani penyelesaian sengketa informasi publik antara masyarakat dengan badan publik saja, tapi tugas yang lebih penting dan utama adalah bagaimana bisa mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik (good governance), yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel, serta dapat dipertanggungjawabkan kinerjanya kepada rakyat. Hal itu disampaikan Zainal Abidin Petir, koordinator penyelesaian sengketa informasi, Komisi Informasi Jawa Tengah di hadapan peserta workshop “Penguatan Tugas dan Fungsi Budgeting serta Peningkatan Kualitas Kinerja” bagi seluruh anggota DPRD Kabupaten Pati di hotel Kesambi Semarang, yang diselenggarakan LPPM Universitas Muhamadiyah Surakarta belum lama ini.
Zainal Petir menambahkan sesuai amanat UU 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), KI mempunyai tugas ngoyak-ngoyak transparansi anggaran dan kinerja badan publik, baik eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/ atau APBD, termasuk organisasi nonpemerintahan sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBN, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. “Tidak ada alasan bagi dewan, birokrat dan para penegak hukum, termasuk Polda Jateng dan Kodam IV Diponegoro, menutupi anggaran kegiatan mereka. Uang rakyat harus dipertanggungjawabkan kepada publik, program kegiatan dan kebijakan rohnya demi kepentingan rakyat bukan untuk memperkaya pejabat, ” tandas Zainal Petir
Teman-teman dewan kabupaten/ kota maupun Provinsi, kata Zainal Petir, harus bisa menjadi mitra kerja KI tatkala menjalankan fungsinya sebagaimana diamanatkan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Fungsi pembentukan Perda (peraturan daerah), misalnya, dewan harus transparan, tidak boleh ada pasal-pasal maupun ayat “siluman” yang merugikan rakyat kecil dan berpihak pada penguasa. “Saya dicurhati Satpol PP di suatu kabupaten yang tidak bisa menjalankan penegakan Perda secara efektif ketika menjatuhkan sanksi kepada pengusaha karaoke yang melangggar jam operasional. Bentuk sanksinya hanya teguran tertulis pertama dan kedua sehingga mereka tidak kapok ketika mengulangi lagi kesalahan, sementara masyarakat mendesak sanksi yang lebih tegas, setidaknya penutupan sementara sampai pencabutan izin atau sanksi pidana, biar ada kepastian hukum dan Satpol PP tidak dibenturkan dengan masyarakat, “ ungkap Zainal.
Zainal menambahkan kalau saja klausul sanksi pidana atau denda dicantumkan pasti akan patuh, toh UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan mengamanatkan Perda bisa mencantumkan sanksi pidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak 50 juta. Jadi untuk lebih efektif dan efisien dalam penegakkan Perda jangan hanya teguran tertulis saja.” Nah di sini dewan diuji apakah kebijakan dalam pembuatan Perda akuntabel apa tidak, kalau akuntabel berarti menjalankan UU KIP,” kata Zainal Petir